Memuat...

terbaru

Manfaat

BERITA TERKINI

Sunday, August 21, 2016

Ini Tiga Kabupaten yang Dijadikan Lumbung Jagung Nasional

Ilustrasi (Antara/Prasetia Fauzani)
Mataram- Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menetapkan tiga kabupaten di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai lumbung pangan jagung nasional. Ketiga kabupaten ini adalah Sumbawa, Bima, dan Dompu.
"Sesuai data BPS (Badan Pusat Statistik), pertanian menyumbang peningkatan ekonomi tertinggi di Indonesia, di mana produksi padi 2015 tertinggi dalam 10 tahun terakhir," kata Mentan Andi Amran Sulaiman saat melakukan panen raya jagung di Desa Tanga, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa, NTB, Sabtu (20/8), seperti rilis yang diterima Antara NTB di Mataram, Minggu (21/9).
Hadir dalam kesempatan itu Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin, Bupati Sumbawa Husni Jibril dan Bupati Bima Indah Damayanti Putri atau akrab disapa Dinda, serta kelompok tani se-Kabupaten Sumbawa.
Menteri Amran mengatakan, jagung petani akan diserap seluruhnya oleh Bulog dengan harga Rp 3.100 per kg. Harga itu telah ditetapkan melalui keputusan presiden. "Saya berjanji tidak ada impor jagung lagi di Indonesia. Kami tutup keran impor, harga dijamin oleh pemerintah Rp 3.150 per kg," katanya.
Dia mengatakan, indeks ketahanan pangan Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia. Untuk itu dia mengajak para petani bekerja optimal untuk meningkatkan produksi.
Pada kesempatan yang sama, Kementerian Pertanian juga memberikan bantuan pompa air untuk petani Kabupaten Sumbawa 50 unit, Kabupaten Bima 50 unit, dan Kabupaten Sumbawa Barat lima unit.
Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin berterima kasih kepada Menteri Pertanian yang banyak memberikan bantuan kepada NTB. "Target NTB adalah 400.000 hektare jagung. Dengan menanam jagung, kami mengharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat NTB," katanya.
Bupati Sumbawa Husni Jibril mengaku, Sumbawa mempunyai potensi luar biasa dalam pengembangan jagung. Bahkan, target penanaman jagung melebihi 100 persen. "Permasalahan petani di Kabupaten Sumbawa, saluran irigasi, bibit, dan peralatan. Karenanya kami mengharapkan pembangunan bendungan beringin Sila di Kecamatan Utan dapat terealisasi," ucapnya.
/WBP
ANTARA

Thursday, May 5, 2016

Indonesia Akan Memiliki Lumbung Holtikultura



PALOPO, KEDEGAYO.com – Dari hasil pengamatan, Kabupaten Luwuk Raya menjadi salah satu kawasan yang hampir tidak pernah mengalami musim kemarau. Karena itu, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman berencana menjadikannya sebagai lumbung holtikultura Indonesia.

“Daerah ini selalu berada pada musim peralihan saja,” ujar Amran saat memberi selepas melakukan panen raya di Luwuk Timur, Sulawesi Selatan, Rabu (4/5/2016).

Menurut Amran, iklim diLuwuk tergolong unik. Karena letak geografisnya, kawasan tersebut memiliki curah hujan yang signifikan. Bahkan, saat bulan terkering pun terdapat banyak hujan di sana.

Dengan iklim seperti itu, kawasan tersebut bisa ditanami banyak tanaman kebun. Beberapa yang bisa dibudidayakan, misalnya, kopi, kakao, cengkeh, rambutan, bahkan kelapa sawit (CPO).

“Kalau didorong, Indonesia bisa menjadi negara produksi CPO nomor satu dunia,. Kemudian, bisa juga menjadi penghasil kakao nomor tiga dunia. Bahkan, Indonesia juga bisa menjadi negara penghasi kopi nomor dua dunia, menggeser posisi Vietnam, “ ujar Amran.

Menurut Amran, rencana itu akan dimulai dengan pemberian benih-benih unggul pada daerah terkait. Hal ini dilakukan agar lumbung holtikultura yang diharapkan bisa memberikan hasil optimal.

“Kami juga akan mengumpulkan para praktisi dan ahli dalam bidang holtikultura dalam satu wadah. Pertemuan akan dilakukan di Jember. Setelah itu, mereka akan dilantik sebagai anggota asosiasi holtikultura,” ujarnya.

Hadapi ramadhan

Sementara itu, untuk menghadapi kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok yang biasa terjadi pada bulan ramadhan, Amran sudah punya strategi.

"Tahun lalu, kita operasi pasar setelah ramadhan. Sekarang sebelum ramadhan kita sudah mulai,” ujarnya.

Hal itu dilakukan untuk memastikan ketersediaan stok pangan hingga ramadhan tiba. Bila stok terpenuhi, bahan-bahan kebutuhan pokok akan tetap stabil. “Ibaratnya, lawan belum mulai sudah kita tinju," tambah Amran.

Untuk ketersediaan beras, lanjut Amran, Indonesia masih memiliki stok 2 juta ton gabah. Mausk bulan puasa, diperkiraan jumlahnya maksimal menjadi 3 juta ton, atau minimal 2,7 juta ton. Dengan jumlah tersebut, harga beras seharusnya tetap stabil.

“Tak hanya beras, kami yakin stabilitas harga juga terjadi pada komoditas kebutuhan pokok utama lainnya,” kata Amran

Thursday, April 28, 2016

Sudah Tepatkah Polemik Analisis Kesejahteraan Petani?



JAKARTA, KEDEGAYO.com – Devil is in the detail, merupakan adagium yang sudah jamak dikenal. Ujaran soal pemahaman detail ini dinilai juga berlaku saat bicara tentang kesejahteraan petani. Misalnya, untuk mengukur taraf hidup para petani. 

“Nilai tukar petani (NTP) menurun selalu menjadi polemik, seakan melupakan upaya khusus Pemerintah untuk mengangkat kesejahteraan petani,” ujar Kepala Biro Humas Informasi Publik Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi, Senin (25/4/2016).

Selama ini, kesejahteraan petani diukur memakai NTP dan nilai tukar usaha pertanian (NTUP). NTP mengukur rasio pendapatan petani terhadap segala jenis pengeluaran hidupnya, termasuk biaya sekolah anak dan belanja harian. Adapun NTUP menghitung rasio pendapatan dan pengeluaran petani untuk kebutuhan pertanian.

Menurut Agung, kedua data itu baru bisa dibaca sebagai tingkat kesejahteraan petani bila diambil dalam rentang waktu yang tepat. “Mengingat, indeks harga berfluktuasi secara harian dan bulanan,” kata dia.

Karena itu, lanjut Agung, untuk melihat kemampuan daya beli petani tidak bisa dengan membandingkan NTP dan NTUP sesaat atau bulanan. “(Seharusnya) dihitung rerata dalam waktu lebih panjang (tahunan),” tegas dia.

Agung melanjutkan, menganalisis kesejahteraan petani dalam kurun waktu pendek akan menyesatkan. “Bisa terjadi bulan ini petani dianggap tidak sejahtera karena NTP dan NTUP turun, sementara bulan depan berubah drastis menjadi sejahtera karena NTP dan NTUP naik,” papar dia.

Menurut Agung, analisis NTP dan NTUP dikaitkan dengan kesejahteraan petani sebaiknya minimal dilakukan per satu musim tanam untuk petani tanaman semusim, dan tahunan untuk petani tanaman tahunan.

Upaya
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), NTP pada November 2015 adalah 102,95 dan pada Maret 2016 mencapai 101,32. Kedua data itu, kata Agung, seolah menjadi rujukan tunggal tentang turunnya tingkat kesejahteraan petani.

Sementara itu, saat ditilik dengan rentang waktu lebih panjang, data BPS menyebutkan bahwa NTUP pada 2015 mencapai 107,44 dari sebelumnya 106,04 pada 2014. Bila dirinci, NTUP tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan pada 2015 lebih tinggi dibandingkan pada 2014.

Adapun untuk NTP tanaman pangan pada 2015 tercatat 100,37 dari sebelumnya 98,89 pada 2014. NTP peternakan tercatat 107,40 pada 2014, sementara pada 2014 di level 106,65. Subsektor perkebunan yang sebagian besar hasilnya berorientasi ekspor, NTP dan NTUP-nya terdampak harga pasar global.

Bicara kesejahteraan petani, kata Agung, sebaiknya tak dilupakan pula upaya Pemerintah membuat program khusus untuk itu. Sejak awal 2015, ada program dari hulu ke hilir untuk pencapaian kedaulatan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani.

“(Program khusus) yang tentunya signifikan berpengaruh terhadap turunnya indeks yang harus dibayar petani,” tegas Agung.

Pada sisi hulu, upaya itu mencakup perbaikan infratsruktur khususnya jaringan irigasi, pemberian subsidi pupuk, dan bantuan benih. “Melalui program optimasi lahan, serta bantuan alat dan mesin pertanian pra dan pasca-panen,” sebut Agung.


Semua upaya di sisi hulu tersebut bertujuan mengurangi ongkos yang harus dibayar petani. Terlebih lagi, sejumlah bantuan itu berpengaruh langsung pada peningkatan produktivitas petani. “Ini bisa dihitung sebagai tambahan pendapatan petani,” kata Agung.

Produksi padi nasional pada 2015, sebut Agung, naik 6,37 persen dibandingkan pada 2014, yaitu dari 70 juta ton menjadi 75,38 juta ton. Demikian pula untuk produksi jagung, naik 3,17 persen, dari 19 juta ton pada 2014 menjadi 19,6 juta ton pada 2015. Adapun produksi kedelai, naik 0,87 persen, yakni dari 905.000 ton pada 2014 menjadi 963.000 ton pada 2015.

Bantuan beragam alat pertanian juga secara objektif mengurangi ongkos tenaga kerja yang harus dibayar petani hingga 30 persen. Pada 2015, ada bantuan 60.000 alat, sperti traktor,transplanter, dan combine harvester. Adapun pada 2016, akan ada 100.000 bantuan alat serupa.

Di sisi hilir, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Bulog juga membuat upaya khusus untuk mengangkat kesejahteraan petani. Operasi serap gabah petani (Sergap) pun digelar, dengan mewajibkan Bulog membeli gabah petani di kisaran harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 3.700 per kilogram gabah kering panen.

“Tujuan (operasi) Sergap adalah mengendalikan harga jual gabah petani dan harga beras di tingkat konsumen,” kata Agung.

Selama ini, ujar Agung, harga gabah petani cenderung anjlok ketika masa panen tiba. Sudah begitu, harga beras di tingkat konsumen pun malah melejit. Dengan operasi ini, harga beras di pasaran bisa terjaga di kisaran Rp 7.300 per kilogram.

“Upaya ini juga harus jadi pertimbangan saat menganalisis NTP dan NTUP,” tegas Agung.

Selain menjaga stabilitas harga, lanjut Agung, operasi tersebut juga bertujuan memotong rantai pasok dari gabah ke beras yang selama ini terlalu panjang. Semula, sebut Agung, rantai ini punya 9 level. “Melalui operasi sergap jadi 3 level,” ujar dia.

Pada Senin, operasi tersebut mendapatkan hasil tambahan pasokan 2 juta ton gabah. Adapun harga pembelian gabah di tingkat petani, merujuk data Kementerian Pertanian, terjaga di kisaran Rp 3.500 sampai Rp 3.700 per kilogram. Sementara itu, harga beras stabil di kisaran Rp 7.500 per kilogram.

Menurut Agung, upaya serupa juga dilakukan pada bawang, cabe, dan daging sapi. Untuk dua komoditas pertama, caranya dengan manajemen waktu dan lokasi tanam. Adapun untuk daging sapi, ada upaya memangkas rantai pasok dengan mengenalkan kapal ternak.

“Dengan (kapal ternak) ini, harga daging (sapi) di tingkat konsumen kurang dari Rp 85.000 per kilogram, tanpa menurunkan harga sapi di tingkat peternak,” ungkap Agung.

Meski demikian, Agung mengingatkan, semua upaya di atas bukanlah langkah instan yang seketika membuahkan hasil. Namun, ujar dia, akan ada dampak akumulatif yang terasa minimal dalam satu musim tanam ke depan.

KOMPAS

Teknologi Tepat Guna

Buah - Buahan

Budidaya System Hydroponik

 
Design by FBTemplates | BTT